Sabtu, 05 November 2016

Diskusi Mahasiswa FUAD



 



- Fokus 2016 -
Acara fokus perdana yang diagendakan oleh pengurus dema FUAD periode 2016-2017 berjalan dengan lancar. Fokus kali ini bertajuk tema "Urgensi MUI dan Dampaknya bagi Keberagaman di Indonesia". Kelahiran MUI harus dipahami betul berada dalam kondisi gejolak politik Orde Baru, lengkap dengan ketegangan antara umat Islam dan Pemerintah kala itu. Kehadirannya sebagai bentuk “jembatan” penyampai aspirasi rakyat dan aspirasi pemerintah terhadap rakyat. Padamulanya MUI dirancang sebagai ruang konsultatif, dan sama sekali tidak operasional. Dalam anggaran dasar MUI sudah ditetapkan bahwa lembaga yang operasional tetaplah ormas-ormas seperti Muhamadiyyah, Nu, dll; namun dalam perkembangannya semakin berbeda – ujar Djohan Efendi, ketua umum Indonesian Conference of Religion for Piece (ICRP).
Dalam beberapa hal, putusan fatwa yang dibuat oleh MUI sepertihalnya: pengharaman pembudidayaan kodok, pembuatan draf 10 kategori aliran “sesat”, pelabelan sesat pada Ahmadiyah, Syi’ah, begitu meresahkan. MUI menjelma layaknya polisi aqidah yang siap mencekal dan membredel segala hal yang dianggapnya sesat dan keluar dari koridor “Islam” dalam bentuk fatwa-fatwanya. Lalu dimana fungsi awal MUI sebagai wisdom atau Kebijaksanaan? Apa yang akan terjadi jika MUI campurtangan dalam permaslahan yang begitu kontroversial dan privat? Bukankah gejolak sosial akan bermunculan?
Ada hal yang menarik dari perdiskusian teman2 FUAD mengenai konsep pelabelan halal dan haram yg di cetuskan MUI dalam kehidupan sosial masyarakat dan fatwa MUI yang memberikan labelisasi sesat. Sejauh mana peran MUI dan bagaimana keberlanjutan MUI menghadapi problematika di zaman sekarang ini. Akan tetapi perdiskusian belum mampu menembus suatu kesimpulan yang memadai, karena berbicara menyoalkan masalah itu membutuhkan energi lebih. Sebetulnya ini gerak awal menumbuhkan kekritisan dari mahasiswa FUAD dalam memandang sesuatu dari sudut pandang yg berbeda.




0 komentar:

Posting Komentar