Selasa, 25 April 2017

Bedah Film Green, Ekspresi Haus Keilmuan dalam Melihat Lingkungan

Serba-serbi kehidupan memicu terjadinya komunikasi, tukar pendapat, saling bersinggungan satu ke hal lainnya. Tumbuhan dan hewan mempunyai daya tarik warna-warni bagi kehidupan, tidak lain halnya manusia. Daya tarik itu, akan punah jika diantara satu dari pada lainnya memiliki hasrat memiliki dan mau menang sendiri. Celakanya hanya manusia yang bisa berpikir tentang konsep pengendalian atas makhluk hidup selain dirinya (tumbuhan dan hewan). Terlihat jelas dalam film Patrick Rouxel dengan judul Green, bagaimana ia menggambarkan antara manusia, tumbuhan dan hewan saling berinteraksi dan bergesekan dalam ruang dan waktu yang sama.
Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ushuludin Adab dan Dakwah (DEMA FUAD) IAIN Tulungagung menggelar diskusi dan bedah film dengan judul Green dari Patrick Rouxel di Aula Utama IAIN Tulungagung. Acara tersebut bertemakan “Melihat Ulang Problematika Lingkungan” yang di buka langsung oleh Imam Safi’i selaku ketua DEMA FUAD sekitar pukul 20.00 WIB.
Acara bedah film dan diskusi adalah salah satu rangkaian dari program kerja DEMA FUAD. Latar belakang menyajikan film dari Patrick Rouxel untuk menambah wawasan dalam melihat lingkungan. Selain itu, lingkungan harus dijaga dan dilestarikan oleh manusia begitu juga dengan hewan yang ada didalamnya.
Di awal-awal film Patrick Rouxel menyajikan tentang bagaimana keadaan Orang utan, yang sedang di bawa oleh sekelompok manusia. Ia korban dari eksploitasi Sumber Daya Alam. Film ini pada intinya adalah perjalanan emosional orang utan di akhir hayatnya.
Rumah Orang utan telah ditebangi, penebangan itu alih-alih untuk pembukaan lahan baru yaitu perkebunan kelapa sawit di Kalimantan. Bahan-bahannya telah di produksi sebagai alat peralatan rumah tangga seperti meja, kursi, pintu dan lain-lain. Selain itu kayu-kayu juga dijadikan produksi kertas-kertas yang kadang dianggap sepele oleh manusia. Seperti koran, sehabis dibaca tidak karuan ke mana. Yang jelas tempat terakhirnya koran ada ditempat pembuangan.
Selain ditebangi, hutan-hutan juga dibakar dan menimbulkan asap sehingga terdesak pada penciuman hewan di hutan itu. Berakhirlah keaneragaman hayati yang semula hidup dengan harmonis. Eksploitasi tetap menjadi acuan utama untuk menjadikan objek seperti orang utan tersiksa dan merana. Kejadian ini tak jauh dari perbuatan manusia.
Refleksi
Semangat orde baru (orba) masih mengakar kuat sampai sekarang. Sedangkan semangat itu bersenyawa dengan kapitalisme. Kita melihat kayu-kayu itu ditebangi untuk diekspor ke luar negeri dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat lain. Begitu juga hasil dari kelapa sawit seperti minyak dan kosmetik.
Paham kapitalis begitu kuat diperlihatkan di film ini, para kapitalis diwakili oleh perusahaan, penguasa, ilmuan dan koperasi. Mereka memandang alam dan hewan berada di bawah mereka dan sebagai objek yang perlu dimanfaatkan dalam bentuk eksploitasi atau menguasainya.
Sudut pandang film ini diambil dari hewan. Kodrat hewan tidak mempunyai akal seperti manusia, sehingga mereka akan tunduk pada manusia yang memiliki daya rasional untuk menguasainya. Rasionalitas begitu menegasikan keadaan yang tidak pernah berpikir. Penegasian ini membuat para ekploiatasi tidak pernah menimbang ulang dampaknya. Logika ini persis yang di sampaikan Louis Althusser, di mana rasionalitas adalah alat untuk menyebarkan ideologi. pada konteks film ini, rasionalitas yang dimaksud yaitu dari ranah pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam seharusnya menjaga alam,  tetapi tampaknya tragis menggunakan keilmuan hanya untuk menguasai lainnya seperti mengekploitasinya. Jadi, hewan tidak bisa berpikir jernih sehingga rumahnya dapat dikuasai begitu saja dengan mengeksploitasinya.
Film dari Patrick Rouxel berjudul Green ini begitu jelas menampakan kejahatan kapitalis yang diolah dari berbagai cara. Untuk itu setelah adanya bedah film sekaligus diskusi, diharapkan mahasiswa FUAD dapat menindaklanjuti dalam bentuk yang real, aksi-aksi kecil. Agar tidak menghilang begitu saja. Aksi-aksi kecil ini dapat berupa memahami alam dan hewan. Selain itu dapat terjun langsung untuk melakukan penghijauan, gerakan-gerakan nyata kepada alam dan hewan. Hewan dan alam harus dipahami sebagai sesuatu yang sama dengan manusia. Dalam artian intersubjektif bukan objek lagi.
Film ini juga menyadarkan kita akan pentingnya alam dan hewan. Interaksi manusia kepadanya dan memperlakukan keduanya seperti halnya manusia yang hidup membutuhkan makan, minum dan rumah. Sebagai sistem rantai kehidupan di dunia.
Acara bedah film dan diskusi selesai pukul 23:00, dengan akhir menyanyikan lagu darah juang bersama-sama oleh mahsiswa FUAD yang hadir pada malam itu. Selain hal tersebut, seperti biasanya mahasiswa FUAD menderukan jargon sebagai lambang semangat dan bukti kekompakan bersama. Yaitu salam jaringan mahasiswa FUAD… JANGFUD!!! [M. Salis Arisna M., Mahasiswa Tasawuf dan Psikoterapi]
 



0 komentar:

Posting Komentar